Pengalaman pribadi saya mengenai cyber crime / cyber low adalah ketika saya sedang melakukan suatu transaksi jual-beli online. Karena saya melakukan transaksi jual-beli online dengan orang yang berbeda kota. Saya tertipu dengan kondisi barang yang saya beli mempunyai kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan barang yang ada di situs jual-beli tersebut. Dan ketika saya meminta konfirmasi dengan penjual tersebut ternyata nomor kontak yang tercantum di situs tersebut sudah tidak aktif dan alamatnya pun ternyata palsu.
Itulah pengalaman dari saya dan semoga bisa menjadi pelajaran bagi orang lain yang ingin melakukan transaksi jual-beli online agar tidak sembarangan memilih.
Rabu, 29 April 2015
Perbedaan CyberLaw di Berbagai Negara. Perbandingan CyberLaw, Computer Crime Act, Council of Europe Convention on CyberCrime (COECCC). Implikasi Pemberlakuan RUU ITE di Indonesia.
Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya
berasal dari Cyberspace Law, dimana ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki dunia cyber atau maya. Sehingga dapat diartikan cybercrome itu
merupakan kejahatan dalam dunia internet.
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu. Cyber Law dapat pula diartikan sebagai hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu. Cyber Law dapat pula diartikan sebagai hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Cyber Law Negara Indonesia:
Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Cyber Law digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Cyber Law ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan,
Pemerasan.
Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan,
Berita kebencian dan permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan
Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa
Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan
Informasi.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan
cyber law ini yang terkait dengan terotori. Misalkan, seorang cracker dari
sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia.
Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas
crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang
bersangkutan. Yang dapat dilakukan adalah menangkap cracker ini jika dia
mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan/ hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia.
Cyber Law Negara Malaysia:
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyber Law pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan cyberlaw ini adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Pada cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktis medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis/konsultasi dari lokasi jauh melalui penggunaan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Cyber
Law Negara Singapore:
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik si Singapore. ETA dibuat dengan tujuan:
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik si Singapore. ETA dibuat dengan tujuan:
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan
menjamin/mengamankan perdagangan elektronik.
Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
Meminimalkan timbulnya arsip elektronik yang
sama, perubahan yang tidak sengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan
dalam perdagangan elektronik, dll.
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
Mempromosikan kepercayaan, inregritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tanda tangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Cyber
Law Negara Vietnam:
Cybercrime, penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam, sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi, spam, muatan online, digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Di Negara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, apdahal masalah seperti yang telah disebutkan sebelumnya sangat penting keberadaanya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
Cybercrime, penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam sudah ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam, sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi, spam, muatan online, digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Di Negara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, apdahal masalah seperti yang telah disebutkan sebelumnya sangat penting keberadaanya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
Cyber
Law Negara Thailand:
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah sitetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti spam, privasi, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cyber Law Negara Amerika Serikat:
Di Amerika, cyberlaw yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara bagian yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
Dari 5 negara yang telah disebutkan diatas, Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia, tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam taham perancangan.
Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan manusia dengan memanfaatkan teknologi internet.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah sitetapkan oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti spam, privasi, digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
Cyber Law Negara Amerika Serikat:
Di Amerika, cyberlaw yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum Negara bagian yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
Dari 5 negara yang telah disebutkan diatas, Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia, tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan. Sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan. Untuk Thailand dan Vietnam, Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan, tetapi di Thailand saat ini hanya terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini masih dalam taham perancangan.
Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan manusia dengan memanfaatkan teknologi internet.
Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:
Bahwa masyarakat internasional menyadari
perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber
dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi.
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam
penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan
kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses
penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui
suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan
untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak
azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi
Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan
sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak
berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan
informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat
Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh Negara manapun di dunia.
Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan instrument Hukum Internasional
dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu
untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi
informasi.
Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang
dibuat oleh suatu Negara tertentu dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku
kepada masyarakat Negara tertentu.
Computer Crime Act (CCA): merupakan
undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
Council of Europe Convention on Cybercrime:
merupakan organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan
di dunia internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang
ada di seluruh dunia.
Implikasi
pemberlakuan RUU ITE
Teknologi
informasi dan komunikasi adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat
membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada
cara penggunaannya, perkembanagan dunia cyber atau dunia teknologi informasi
dan kumunikasi telah menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung cepat, perubahan peradaban manusia secara global, dan
menjadikan dunia ini menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritotial
suatu negara.
Kehidupan
masayarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi menjadi sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer
yang setiap orang harus terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari
pergaulan masyarakat dunia, tetapi pemanfa’aatn teknologi informasi dan
komunikasi ini tidak selamanya dimanfa’atkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan
peradaban manusia saja di sisi lain teknologi informasi dan komunikasi ini
menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti
marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet), pembobolan ATM
lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet, kesemuanya termasuk
kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi, atau lebih tepatnya
kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik. Itulah alasannya pemertintah
indonesia menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk
mengatur penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi
terciptanya masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam
seluruh aspek kehidupanya.
Manfaat
pelaksanaan UU ITE:
1.
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat
perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi
digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan
Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2.
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi
pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
3.
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa.
Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten
sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
4.
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara
kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk
bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas
UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila
dilihat dari content UU ITE, semua hal penting sudah diakomodir dan diatur
dalam UU tersebut. UU ITE sudah cukup komprehensif mengatur informasi
elektronik dan transaksi elektronik. Mari kita lihat beberapa cakupan materi UU
ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui Tanda Tangan
Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan konvensional
(tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti
lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-undang ITE berlaku untuk setiap orang
yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di
luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia; penyelesaian sengketa
juga dapat diselesaiakan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif atau
arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.
Dampak
UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU
ITE yang disahkan DPR pada 25 Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi
ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace
law. Menurut data Inspektorat Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE,
Indonesia ada di jajaran terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace
law. Posisi negeri ini sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika
Selatan.
Tentu
saja posisi itu jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat. Bahkan beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka,
Bangladesh, dan Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak
mengherankan jika Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan
kartu kredit (carding).
Pengaruh
UU ITE
Sekarang
kita tahu maraknya carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari
Indonesia, hal ini memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust”
internasional menjadi sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan
bisa mengurangi terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE
ini, para pengguna kartu kredit di internet dari negara kita tidak akan
di-black list oleh toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti
www.amazon.com selama ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang
diterbitkan Indonesia, karena mereka menilai kita belum memiliki cyber law.
Nah, dengan adanya UU ITE sebagai cyber law pertama di negeri ini, negara lain
menjadi lebih percaya atau trust kepada kita.
Dalam
Bab VII UU ITE disebutkan: Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal
menggunakan kalimat, ”Setiap orang… dan lain-lain.” Padahal perbuatan yang
dilarang seperti: spam, penipuan, cracking, virus, flooding, sebagian besar
akan dilakukan oleh mesin olah program, bukan langsung oleh manusia. Banyak
yang menganggap ini sebagai suatu kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu
kelemahan. Sebab di belakang mesin olah program yang menyebarkan spam,
penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan merusak lainnya tetap ada
manusianya, the man behind the machine. Jadi kita tak mungkin menghukum
mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Beberapa
Hal Mendasar Yang Berubah Pada Masayarakat
Sejauh
ini, adanya UU ITE setidaknya merubah cara masyrakat dalam melakukan transaksi
elektronik, diantaranya:
Pengaksesan
Situs Porno/Kekerasan/Narkoba
Transaksi
yang diperkuat dengan Tanda tangan Elektronik
Penyampaian
pendapat dalam dunia maya
Penyebaran
file/konten berbahaya (Virus,Spam dll.)
Pengajuan
HAKI terhadap informasi/dokumen elektronik, demi keterjaminan hak.
Blog/Tulisan
mengandung isi berbau SARA
Pengaksesan
Illegal, serta pemakaian software illegal
Sedikit
ulasan dari point diatas, mengacu pada pasal 27-37, hanya akan ditangkap ”Orang
Yang Menyebar Virus.” Tapi tampaknya bukan pembuat virus. Logikanya sederhana,
virus tak akan merusak sistem komputer atau sistem elektonik, jika tidak
disebarkan melalui sistem elektronik. Artinya, bahwa jika sampai virus itu
disebarkan, maka si penyebar virus itu yang akan dikenakan delik pidana. Tentu
hal ini harus dibuktikan di pengadilan bahwa si penyebar virus itu melakukan
dengan sengaja dan tanpa hak.
Keseriusan
Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Sesuai
dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia
cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus. Itu meliputi spam,
penyalahgunaan jaringan teknologi informasi, open proxy (memanfaatkan kelemahan
jaringan), dan carding. Data dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI)
menunjukkan, sejak tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan
kartu kredit mencapai Rp 30 milyar per tahun. Hal ini tentunya mencoreng nama
baik Negara, serta hilangnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Untuk
itulah pemerintah perlu serius menanganani Transaksi Elektronik yang sudah merambah
berbagai aspek kehidupan bernegara.
Langkah
Pemerintah dalam Menegakkan UU ITE
Setelah
diluncurkan UU ITE, untuk mencegah agar produk hukum ini tidak disalahgunakan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memahami cakupan materi dan
dasar filosofis, yuridis serta sosiologis dari UU ITE ini, Departemen
Komunikasi dan Informatikan akan melakukan kegiatan diseminasi informasi kepada
seluruh masyarakat, baik lewat media, maupun kegiatan sosialisasi ke
daerah-daerah. Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya dengan menkampanyekan internet sehat lewat media, membagikan
software untuk memfilter situs-situs bermuatan porno dan kekerasan.
Keterbatasan
Pemerintah Dalam Menangani UU ITE
Untuk
sekarang ini, kita belum bisa menilai apakah UU ITE ini ”kurang”. Kita butuh
waktu untuk melihat penegakannya nanti. Yang pasti, beberapa hal yang belum
secara spesifik diatur dalam UU ITE, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah,
juga peraturan perundang-undangan lainnya. Secara keseluruhan, UU ITE telah
menjawab permasalahan terkait dunia aktivitas/ transaksi di dunia maya, sebab
selama ini banyak orang ragu-ragu melakukan transaksi elektronik di dunia maya
karena khawatir belum dilindungi oleh hukum. Hal yang paling penting dalam
kegiatan transaksi elektronik, adalah diakuinya tanda tangan elektronik sebagai
alat bukti yang salah dalam proses hukum. Jadi seluruh pelaku transaksi
elektronik akan terlindungi.
Pada
Pasal 31 ayat (3) UU ITE mengatur lawful interception, tatacara Lawful
Interception akan diatur secara detil dalam Peraturan Pemerintah tentang Lawful
Interception. Intinya bahwa penegak hukum harus mengajukan permintaan
penyadapan kepada operator telekomunikasi, atau internet service provider yang
diduga menjadi sarana komunikasi dalam tindak kejahatan. Jadi permintaan
intersepsi tidak dilakukan kepada Depkominfo.
Sosialisasi
UU ITE pada Masyarakat
Menteri
Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Mohammad Nuh mengatakan, saat ini masih
terjadi kesalahpahaman dari masyarakat bahwa Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik sekadar untuk blocking situs porno, padahal substansinya
melingkupi seluruh transaksi berbasis elektronik yang menggunakan
komputer.Sehingga pihaknya terus berupaya melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE.
Tanggapan
Masyarakat Terhadap UU ITE
Secara
umum masyarakat memandang UU ITE hanya sebagai formalitas sesaat, yang mana
peraturan dan perundang-undang yang disusun, hanya berlaku jika ada kasus yang
mencuat.
Dalam
kehidupan sehari-hari baik masyarakat umum ataupun kaum terpelajar tidak
sepenuhnya mematuhi atau mengindahkan UU ITE ini, terbukti dengan masih
tingginya tingkat pelanggaran cyber, penipuan, ataupun pengaksessan situs
porno.
“Kasus
`cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di dunia,” kata Brigjen Anton
Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku Panduan Bantuan Hukum
Indonesia (PBHI) di Jakarta
Kesimpulan
Dari
hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.
Pada 25 Maret 2008, DPR telah mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang
menggembirakan dan telah ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari
pengucilan dunia internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada
larangan atas pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan esensi dari
UU ITE itu sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE merupakan suatu langkah
yang amat berani dengan memperkenalkan beberapa konsep hukum baru yang selama
ini kerap menimbulkan polemik.
2.
Dampak UU ITE :
a.Dampak
positif:
•
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat pendukungnya mendapat
perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi ekonomi
digital dan kesempatan untuk menjadi penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan
Lembaga Sertifikasi Keandalan.
•
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi
pariwisata indonesia dengan mempermudah layanan menggunakan ICT.
•
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa.
Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia dengan konten
sehat dan sesuai konteks budaya indonesia
•
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan produk negara
kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk
bersaing dengan bangsa lain.
b.Dampak
negatif:
•
Isi sebuah situs tidak boleh ada muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan
kan bersifat normatif. Mungkin situs yang menampilkan foto-foto porno secara
vulgar bisa jelas dianggap melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs
edukasi AIDS dan alat-alat kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa
dilarang? Lalu, apakah forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir)
tidak ada pornonya juga dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto
seorang masyarakat Papua bugil yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap
melanggar kesusilaan?
•
Kekhawatiran para penulis blog dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini,
bisa jadi para blogger semakin berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain,
menjelekkan produk atau merk tertentu, membuat tautan referensi atau membahas
situs-situs yang dianggap ilegal oleh UU, dll. Kalau ketakutan menjadi semakin
berlebihan, bukanlah malah semakin mengekang kebebasan berpendapat
•
Seperti biasa, yang lebih mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada
pelaksanaannya. Semoga saja UU ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk
melakukan investigasi berlebihan sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena seperti
Pak Nuh bilang, UU ini tidak akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya menyentuh
wilayah yang bersifat publik. Itu kan kata Pak Nuh. Kata orang di bawahnya
(yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi macam-macam.
3.
Disamping banyak manfaat yang dirasakan namun masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui informasi tentang UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak
peduli. Pemerintah harus lebih mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar
dipahami dan diterapkan oleh masyarakat.
Sumber :
http://mutiaramarini.blogspot.com/2014/04/perbedaan-cyber-law-computer-crime-act.html
http://muhammadabcdefahrizal.blogspot.com/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite_29.html
Senin, 27 April 2015
Kriteria Manager Proyek Yang Baik
Yang dimaksud dengan manager adalah orang atau seseorang yang harus mampu membuat orang-orang dalam organisasi yang berbagai karakteristik, latar belakang budaya, akan tetapi memiliki ciri yang sesuai dengan tujuan (goals) dan teknologi (technology).
Dan tugas seorang manager adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai macam variabel (karakteristik, budaya, pendidikan dan lain sebagainya) kedalam suatu tujuan organisasi yang sama dengan cara melakukan mekanisme penyesuaian.
Adapun mekanisme yang diperlukan untuk menyatukan variabel diatas adalah sebagai berikut:
Adapun mekanisme yang diperlukan untuk menyatukan variabel diatas adalah sebagai berikut:
- Pengarahan (direction) yang mencakup pembuatan keputusan, kebijaksanaan, supervisi, dan lain-lain.
- Rancangan organisasi dan pekerjaan.
- Seleksi, pelatihan, penilaian, dan pengembangan.
- Sistem komunikasi dan pengendalian.
- Sistem reward.
Hal tersebut memang tidak mengherankan karena posisi Manajer Proyek memegang peranan kritis dalam keberhasilan sebuah proyek terutama di bidang teknologi informasi. Berikut ini kualifikasi teknis maupun nonteknis yang harus dipenuhi seorang Manajer Proyek yang saya sarikan dari IT Project Management Handbook.
Setidaknya ada 3 (tiga) karakteristik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kualifikasi seseorang untuk menjadi Manajer Proyek yaitu:
- Karakter Pribadinya
- Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
- Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin
Karakter Pribadinya
- Memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai teknis pekerjaan dari proyek yang dikelola olehnya.
- Mampu bertindak sebagai seorang pengambil keputusan yang handal dan bertanggung jawab.
- Memiliki integritas diri yang baik namun tetap mampu menghadirkan suasana yang mendukung di lingkungan tempat dia bekerja.
- Asertif
- Memiliki pengalaman dan keahlian yang memadai dalam mengelola waktu dan manusia.
Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
- Memiliki komitmen yang kuat dalam meraih tujuan dan keberhasilan proyek dalam jadwal, anggaran dan prosedur yang dibuat.
- Pelaksanakan seluruh proses pengembangan proyek IT sesuai dengan anggaran dan waktu yang dapat memuaskan para pengguna/klien.
- Pernah terlibat dalam proyek yang sejenis.
- Mampu mengendalikan hasil-hasil proyek dengan melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja yang disesuaikan dengan standar dan tujuan yang ingin dicapai dari proyek yang dilaksanakan.
- Membuat dan melakukan rencana darurat untuk mengantisipasi hal-hal maupun masalah tak terduga.
- Membuat dan menerapkan keputusan terkait dengan perencanaan.
- Memiliki kemauan untuk mendefinisikan ulang tujuan, tanggung jawab dan jadwal selama hal tersebut ditujukan untuk mengembalikan arah tujuan dari pelaksanaan proyek jika terjadi jadwal maupun anggaran yang meleset.
- Membangun dan menyesuaikan kegiatan dengan prioritas yang ada serta tenggat waktu yang ditentukan sebelumnya.
- Memiliki kematangan yang tinggi dalam perencanaan yang baik dalam upaya mengurangi tekanan dan stres sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja tim.
- Mampu membuat perencanaan dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin
- Memiliki kemampuan dan keahlian berkomunikasi serta manajerial.
- Mampu menyusun rencana, mengorganisasi, memimpin, memotivasi serta mendelegasikan tugas secara bertanggung jawab kepada setiap anggota tim.
- Menghormati para anggota tim kerjanya serta mendapat kepercayaan dan penghormatan dari mereka.
- Berbagi sukses dengan seluruh anggota tim.
- Mampu menempatkan orang yang tepat di posisi yang sesuai.
- Memberikan apresiasi yang baik kepada para anggota tim yang bekerja dengan baik.
- Mampu mempengaruhi pihak-pihak lain yang terkait dengan proyek yang dipimpinnya untuk menerima pendapat-pendapatnya serta melaksanakan rencana-rencana yang disusunnya.
- Mendelegasikan tugas-tugas namun tetap melakukan pengendalian melekat.
- Memiliki kepercayaan yang tinggi kepada para profesional terlatih untuk menerima pekerjaan-pekerjaan yang didelegasikan darinya.
- Menjadikan dirinya sebagai bagian yang terintegrasi dengan tim yang dipimpinnya.
- Mampu membangun kedisiplinan secara struktural.
- Mampu mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dari masing-masing anggota tim serta memanfaatkannya sebagai kekuatan individual.
- Mendayagunakan setiap elemen pekerjaan untuk menstimulasi rasa hormat dari para personil yang terlibat dan mengembangkan sisi profesionalisme mereka.
- Menyediakan sedikit waktu untuk menerima setiap ide yang dapat meningkatkan kematangan serta pengembangan dirinya.
- Selalu terbuka atas hal-hal yang mendorong kemajuan.
- Memahami secara menyeluruh para anggota tim yang dipimpinnya dan mengembangkan komunikasi efektif di dalamnya.
Sumber: https://saiiamilla.wordpress.com/2011/05/13/kriteria-manager-proyek-yang-baik/
Constructive Cost Mode
COCOMO merupakan singkatan dari Constructive Cost Model yaitu algortima model estimasi biaya perangkat lunak yang dikembangkan dan diterbitkan oleh Barry Boehm. Cocomo merupakan sebuah model – model untuk memperkirakan usaha, biaya dan jadwal untuk proyek-proyek perangkat lunak.
COCOMO pertama kali diterbitkan pada tahun 1981 Barry Boehm W. ‘s Book rekayasa ekonomi Perangkat Lunak sebagai model untuk memperkirakan usaha, biaya, dan jadwal untuk proyek-proyek perangkat lunak. Ini menarik pada studi dari 63 proyek di TRW Aerospace mana Barry Boehm adalah Direktur Riset dan Teknologi Perangkat Lunak pada tahun 1981. Penelitian ini memeriksa proyek-proyek ukuran mulai dari 2.000 sampai 100.000 baris kode , dan bahasa pemrograman mulai dari perakitan untuk PL / I . Proyek-proyek ini didasarkan pada model waterfall pengembangan perangkat lunak yang merupakan pengembangan software proses lazim pada tahun 1981.
Macam-macam COCOMO :
1. Basic COCOMO menghitung usaha pengembangan perangkat lunak (dan biaya) sebagai fungsi dari ukuran program yang. Ukuran Program dinyatakan dalam perkiraan ribuan baris kode sumber ( SLOC )
COCOMO berlaku untuk tiga kelas proyek perangkat lunak:
- Proyek Organik – “kecil” tim dengan “baik” pengalaman bekerja dengan “kurang kaku” persyaratan
- Proyek semi-terpisah – “menengah” tim dengan pengalaman bekerja dicampur dengan campuran kaku dan kurang dari kebutuhan kaku
- Proyek tertanam – dikembangkan dalam satu set “ketat” kendala. Hal ini juga kombinasi proyek organik dan semi-terpisah. ( Hardware, software, operasional ).
2. Medium COCOMO menghitung usaha pengembangan perangkat lunak sebagai fungsi dari ukuran program yang dan satu set “driver biaya” yang mencakup penilaian subjektif dari produk, perangkat keras, personil dan atribut proyek. Ekstensi ini mempertimbangkan satu set empat “driver biaya”, masing-masing dengan sejumlah atribut anak.
3. Detail COCOMO menggabungkan semua karakteristik versi intermediate dengan penilaian dampak cost driver di setiap langkah (analisis, desain, dll) dari proses rekayasa perangkat lunak.
Model rinci menggunakan pengganda usaha yang berbeda untuk setiap cost driver atribut. Ini Tahap pengganda upaya Sensitif masing-masing untuk menentukan jumlah usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tahap.
Dalam rinci COCOMO, upaya dihitung sebagai fungsi dari ukuran program yang dan satu set driver biaya yang diberikan sesuai dengan setiap fase siklus hidup perangkat lunak.
Sebuah jadwal proyek rinci tidak pernah statis.
Kelima fase rinci COCOMO adalah :
- rencana dan kebutuhan.
- desain sistem.
- desain rinci.
- kode modul dan uji.
- integrasi dan pengujian.
Sumber: https://balakenam.wordpress.com/2013/04/12/cocomo-dan-sebutkan-jenis-jenisnya/
Software Open Source
Open Source adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu / lembaga pusat, tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet). Pola pengembangan ini mengambil model ala bazaar, sehingga pola Open Source ini memiliki ciri bagi komunitasnya yaitu adanya dorongan yang bersumber dari budaya memberi, yang artinya ketika suatu komunitas menggunakan sebuah program Open Source dan telah menerima sebuah manfaat kemudian akan termotivasi untuk menimbulkan sebuah pertanyaan apa yang bisa pengguna berikan balik kepada orang banyak.
Pola Open Source lahir karena kebebasan berkarya, tanpa intervensi berpikir dan mengungkapkan apa yang diinginkan dengan menggunakan pengetahuan dan produk yang cocok. Kebebasan menjadi pertimbangan utama ketika dilepas ke publik. Komunitas yang lain mendapat kebebasan untuk belajar, mengutak-ngatik, merevisi ulang, membenarkan ataupun bahkan menyalahkan, tetapi kebebasan ini juga datang bersama dengan tanggung jawab, bukan bebas tanpa tanggung jawab.
Software open source masih tetap terbaik. Banyak dari software tersebut memiliki fitur yang sebanding dengan software mahal seperti Visual Studio, dll. Kalaupun kita tidak menemukan fitur yang benar-benar lengkap dalam satu software, kita masih bisa menggunakan kombinasi dari dua atau lebih software karena tentunya tidak perlu mengeluarkan biaya apapun selagi menggunakan open source.
Lantas mengapa kita dianjurkan untuk menggunakan Software Open Source dalam membuat Software? Karena dengan Open Source, kita tidak perlu membuat segala sesuatunya dari awal. Kita bisa manfaatkan teknologi Open Source yang sudah ada, memodifikasi sesuai kebutuhan, dan mendisribusikannya selama tidak melanggar lisensi yang tertera. Dengan menggunakan Open Source, karya yang kita jual akan memiliki harga yang terjangkau. Jadi, penikmat karya kita bukan hanya kaum menengah ke atas, tapi juga masyarakat menengah ke bawah. Hal ini justru akan melejitkan kesuksesan kita. Jangan pernah berpikir bahwa dengan Open Source kita tidak akan bisa sukses. Lihat saja Google dan Facebook. Mereka menggunakan teknologi Open Source, tapi apakah mereka gagal dalam berbisnis?
Dengan menggunakan Software Open Source ini kebutuhan pengguna komputer dapat terpenuhi. sebagian besar pengguna komputer hanya menggunakan saja tidak perlu tahu cara membuat sebuah Software? dan umumnya tidak terlalu tahu banyak tahu tentang seluk beluk komputer. Bayangkan jika kita membeli produk Software berlisensi (berbayar) dari sebuah perusahaan. Dua tahun setelah membeli produk tersebut, pembuat produk (perusahaan tersebut) tiba-tiba kolaps (bangkrut). Bisnisnya hancur dan produksi pun berhenti. Tidak ada lagi dukungan, tidak ada lagi pembaharuan. Kita jadi kebingungan dan mau tidak mau membeli produk baru dari produsen/perusahaan lain. Mengapa harus membeli produk baru dari perusahaan lain? Karena kita tidak memiliki kode Program dari Software tersebut. Andai kita memiliki atau diberikan akses untuk membuka dan memperbaharui kode Program tersebut maka kita bisa meminta bantuan pihak lain untuk melanjutkan. Dengan demikian, kita tak perlu membeli produk baru. Dan kerugian yang dialami pembeli akan menjadi lebih minim. Sebagian besar produk Open Source memang gratis dan terbuka. Tetapi tidak seluruhnya. Beberapa vendor mewajibkan pengguna membeli produk karena yang ditawarkan sebenarnya bukan hanya produknya, melainkan juga layanan dan dukungan serta pelatihan dan sertifikasi. Hal ini biasa terjadi pada produk Open Source untuk kalangan bisnis seperti produk RedHat, SUSE dan lain sebagainya.
Selain itu jika kita menggunakan Software Open Source biasanya bersifat Cross Platform dan Compatible, contoh : NetBeans, Eclipse, Python & Perl, Apache PHP & MySQL, C++ Compiler, OpenOffice semuanya ada di Sistem Operasi Linux maupun Windows. Di sisi lain, Penggunaan Software Bajakan menggundang Penjahat Cyber (Cracker) untuk melakukan kejahatan dengan menyusupkan Software berbahaya (Virus/Trojan/Worm) ke Software Illegal/Bajakan (istilah dalam komputer : Crack atau Keygen) dan tentu saja hal tersebut bisa merugikan pengguna dari Software/Software tersebut. Terkadang keahlian kita akan terasah dengan memakai Software Open Source. Dari segi sistem operasi misalnya, saat memakai Windows versi apapun, kita tidak bisa melihat source atau melakukan modifikasi sampai tahap sistem. Sedangkan dengan menggunakan linux, kita bisa melihat source code dengan gamblang dan biasanya konfigurasi dilakukan manual melalui konsol. Lebih rumit memang, namun kita diajarkan untuk berfikir terstruktur dan logis sehingga mengasah kemampuan dalam problem solving dan lebih mengenal bagaimana suatu sistem operasi bekerja.
Adapun keuntungan dari penggunaan Open Source antara lain :
1. Lisensi Gratis, sehingga tidak memerlukan biaya tambahan untuk pembelian lisensi Software. dan kita tidak lagi terikat pada satu vendor Software dan membeli lisensi.
2. Keberadaan Bug/Error dapat segera terdeteksi dan diperbaiki karena Software tersebut dikembangkan oleh banyak orang ataupun pemakai, karena secara tidak langsung telah dievaluasi oleh banyak pemakai (End-User).
3. Banyaknya tenaga (SDM) untuk mengerjakan & mengembakan proyek Open Source, karena biasanya proyek Open Source menarik banyak developer. Konsep dalam sebuah proyek Open Source adalah dikembangkan oleh banyak pengembang dan organisasi di seluruh dunia. Melalui komunitas besar dengan banyak konsep-konsep ini Software Open Source tumbuh menjadi standar internasional yang terbuka dan memiliki daya inter-operabilitas yang baik. Dan dalam proyek closed source atau tertutup, pengembangan dilakukan tertutup oleh vendor, sedangkan pada proyek Open Source banyak orang yang berpartisipasi mengembangkan fiturnya dan orang-orang ini bukanlah orang sembarangan melainkan mereka yang ahli dibidangnya. Hal ini memungkinkan peningkatan kualitas fungsional Software Open Source.
4. Pengguna dapat langsung ikut serta dalam pengembangan Program, karena pengguna memiliki source code.
5. Software dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dari pengguna tanpa menyalahi EULA.
6. Cross Platform dan Kompatible, biasanya Software Open Source tersedia di berbagai Sistem Operasi contohnya : XAMPP (Software WebServer & Database Management) tersedia di Windows maupun Linux, NetBeans (Software untuk membuat Software Java & Java Mobile) tersedia di Windows maupun Linux, Eclipse (Software untuk membuat Software Android) tersedia di Windows maupun Linux, Compiere (Software ERP) tersedia di Windows maupun Linux, dan lain-lain.
7. Legal, dan tidak melanggar undang-undang hak cipta serta aman dari razia penggunaan dan pembajakan Software illegal.
8. Software Ope nSource bebas dari Malware (Virus/Worm/Trojan) dibanding Software Illegal hasil Crack, Patch ataupun dari Keygen.
9. Jika Software Open Sourceyang kita gunakan perusahaannya mengalami kebangkrutan, maka tidak menimbulkan kerugian materiil bagi pemakainya, lain halnya pada Software Komersiil, pasti pemakainya harus membeli Software baru.
10. Terkadang keahlian kita akan terasah dengan memakai Software Open Source.
11. Dapat menghasilkan produk yang tidak kalah bagus dengan hasil dari Software yang berlisensi. Jika dijual maka keuntungan dari penjualan produk lebih besar.
12. Sebagian Software Open Source tidak menguras sumber daya pemakaian komputer.
Disamping segudang kelebihan tersebut, juga terselip beberapa kekurangan dari Open Source ini, antara lain :
1. Memunculkan celah awal ketika sumbe code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan.
2. Masalah yang berhubungan dengan intelektual property. Pada saat ini, beberapa negara menerima Software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah Software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property.
3. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang dapat menggunakan dan memanfaatkan Open Source. Salah satu keuntungan utama dari gerakan adalah adanya ketersediaan code. Namun ketersediaan ini menjadi sia-sia apabila SDM yang ada tidak dapat menggunakannya, tidak dapat mengerti code tersebut. SDM yang ada ternyata hanya mampu produk saja. Jika demikian, maka tidak ada bedanya produk dan yang proprietary dan tertutup.
4. Tidak adanya perlindungan terhadap HAKI.
5. Perkembangan Software tergantug dari sekumpulam manusia itu sendiri.
6. Tidak ada garansi dari pengembangan, sumber code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan.
7. Kesulitan dalam mengetahui status project : Tidak banyak iklan bagi Open Source Software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing.
8. Tidak adanya proteksi terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kebanyakan orang masih menganggap bahwa code merupakan aset yang harus dijaga kerahasiannya. Hal ini dikaitkan dengan besarnya usaha yang sudah dikeluarkan untuk membuat produk tersebut. Karena sifatnya yang terbuka, dapat di-abuse oleh orang-orang untuk mencuri ide dan karya orang lain.
Sumber: https://pebriandini.wordpress.com/2014/04/20/alasan-mengapa-dianjurkan-menggunakan-opensource-dalam-membuat-aplikasi/
Pola Open Source lahir karena kebebasan berkarya, tanpa intervensi berpikir dan mengungkapkan apa yang diinginkan dengan menggunakan pengetahuan dan produk yang cocok. Kebebasan menjadi pertimbangan utama ketika dilepas ke publik. Komunitas yang lain mendapat kebebasan untuk belajar, mengutak-ngatik, merevisi ulang, membenarkan ataupun bahkan menyalahkan, tetapi kebebasan ini juga datang bersama dengan tanggung jawab, bukan bebas tanpa tanggung jawab.
Software open source masih tetap terbaik. Banyak dari software tersebut memiliki fitur yang sebanding dengan software mahal seperti Visual Studio, dll. Kalaupun kita tidak menemukan fitur yang benar-benar lengkap dalam satu software, kita masih bisa menggunakan kombinasi dari dua atau lebih software karena tentunya tidak perlu mengeluarkan biaya apapun selagi menggunakan open source.
Lantas mengapa kita dianjurkan untuk menggunakan Software Open Source dalam membuat Software? Karena dengan Open Source, kita tidak perlu membuat segala sesuatunya dari awal. Kita bisa manfaatkan teknologi Open Source yang sudah ada, memodifikasi sesuai kebutuhan, dan mendisribusikannya selama tidak melanggar lisensi yang tertera. Dengan menggunakan Open Source, karya yang kita jual akan memiliki harga yang terjangkau. Jadi, penikmat karya kita bukan hanya kaum menengah ke atas, tapi juga masyarakat menengah ke bawah. Hal ini justru akan melejitkan kesuksesan kita. Jangan pernah berpikir bahwa dengan Open Source kita tidak akan bisa sukses. Lihat saja Google dan Facebook. Mereka menggunakan teknologi Open Source, tapi apakah mereka gagal dalam berbisnis?
Dengan menggunakan Software Open Source ini kebutuhan pengguna komputer dapat terpenuhi. sebagian besar pengguna komputer hanya menggunakan saja tidak perlu tahu cara membuat sebuah Software? dan umumnya tidak terlalu tahu banyak tahu tentang seluk beluk komputer. Bayangkan jika kita membeli produk Software berlisensi (berbayar) dari sebuah perusahaan. Dua tahun setelah membeli produk tersebut, pembuat produk (perusahaan tersebut) tiba-tiba kolaps (bangkrut). Bisnisnya hancur dan produksi pun berhenti. Tidak ada lagi dukungan, tidak ada lagi pembaharuan. Kita jadi kebingungan dan mau tidak mau membeli produk baru dari produsen/perusahaan lain. Mengapa harus membeli produk baru dari perusahaan lain? Karena kita tidak memiliki kode Program dari Software tersebut. Andai kita memiliki atau diberikan akses untuk membuka dan memperbaharui kode Program tersebut maka kita bisa meminta bantuan pihak lain untuk melanjutkan. Dengan demikian, kita tak perlu membeli produk baru. Dan kerugian yang dialami pembeli akan menjadi lebih minim. Sebagian besar produk Open Source memang gratis dan terbuka. Tetapi tidak seluruhnya. Beberapa vendor mewajibkan pengguna membeli produk karena yang ditawarkan sebenarnya bukan hanya produknya, melainkan juga layanan dan dukungan serta pelatihan dan sertifikasi. Hal ini biasa terjadi pada produk Open Source untuk kalangan bisnis seperti produk RedHat, SUSE dan lain sebagainya.
Selain itu jika kita menggunakan Software Open Source biasanya bersifat Cross Platform dan Compatible, contoh : NetBeans, Eclipse, Python & Perl, Apache PHP & MySQL, C++ Compiler, OpenOffice semuanya ada di Sistem Operasi Linux maupun Windows. Di sisi lain, Penggunaan Software Bajakan menggundang Penjahat Cyber (Cracker) untuk melakukan kejahatan dengan menyusupkan Software berbahaya (Virus/Trojan/Worm) ke Software Illegal/Bajakan (istilah dalam komputer : Crack atau Keygen) dan tentu saja hal tersebut bisa merugikan pengguna dari Software/Software tersebut. Terkadang keahlian kita akan terasah dengan memakai Software Open Source. Dari segi sistem operasi misalnya, saat memakai Windows versi apapun, kita tidak bisa melihat source atau melakukan modifikasi sampai tahap sistem. Sedangkan dengan menggunakan linux, kita bisa melihat source code dengan gamblang dan biasanya konfigurasi dilakukan manual melalui konsol. Lebih rumit memang, namun kita diajarkan untuk berfikir terstruktur dan logis sehingga mengasah kemampuan dalam problem solving dan lebih mengenal bagaimana suatu sistem operasi bekerja.
Adapun keuntungan dari penggunaan Open Source antara lain :
1. Lisensi Gratis, sehingga tidak memerlukan biaya tambahan untuk pembelian lisensi Software. dan kita tidak lagi terikat pada satu vendor Software dan membeli lisensi.
2. Keberadaan Bug/Error dapat segera terdeteksi dan diperbaiki karena Software tersebut dikembangkan oleh banyak orang ataupun pemakai, karena secara tidak langsung telah dievaluasi oleh banyak pemakai (End-User).
3. Banyaknya tenaga (SDM) untuk mengerjakan & mengembakan proyek Open Source, karena biasanya proyek Open Source menarik banyak developer. Konsep dalam sebuah proyek Open Source adalah dikembangkan oleh banyak pengembang dan organisasi di seluruh dunia. Melalui komunitas besar dengan banyak konsep-konsep ini Software Open Source tumbuh menjadi standar internasional yang terbuka dan memiliki daya inter-operabilitas yang baik. Dan dalam proyek closed source atau tertutup, pengembangan dilakukan tertutup oleh vendor, sedangkan pada proyek Open Source banyak orang yang berpartisipasi mengembangkan fiturnya dan orang-orang ini bukanlah orang sembarangan melainkan mereka yang ahli dibidangnya. Hal ini memungkinkan peningkatan kualitas fungsional Software Open Source.
4. Pengguna dapat langsung ikut serta dalam pengembangan Program, karena pengguna memiliki source code.
5. Software dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dari pengguna tanpa menyalahi EULA.
6. Cross Platform dan Kompatible, biasanya Software Open Source tersedia di berbagai Sistem Operasi contohnya : XAMPP (Software WebServer & Database Management) tersedia di Windows maupun Linux, NetBeans (Software untuk membuat Software Java & Java Mobile) tersedia di Windows maupun Linux, Eclipse (Software untuk membuat Software Android) tersedia di Windows maupun Linux, Compiere (Software ERP) tersedia di Windows maupun Linux, dan lain-lain.
7. Legal, dan tidak melanggar undang-undang hak cipta serta aman dari razia penggunaan dan pembajakan Software illegal.
8. Software Ope nSource bebas dari Malware (Virus/Worm/Trojan) dibanding Software Illegal hasil Crack, Patch ataupun dari Keygen.
9. Jika Software Open Sourceyang kita gunakan perusahaannya mengalami kebangkrutan, maka tidak menimbulkan kerugian materiil bagi pemakainya, lain halnya pada Software Komersiil, pasti pemakainya harus membeli Software baru.
10. Terkadang keahlian kita akan terasah dengan memakai Software Open Source.
11. Dapat menghasilkan produk yang tidak kalah bagus dengan hasil dari Software yang berlisensi. Jika dijual maka keuntungan dari penjualan produk lebih besar.
12. Sebagian Software Open Source tidak menguras sumber daya pemakaian komputer.
Disamping segudang kelebihan tersebut, juga terselip beberapa kekurangan dari Open Source ini, antara lain :
1. Memunculkan celah awal ketika sumbe code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan.
2. Masalah yang berhubungan dengan intelektual property. Pada saat ini, beberapa negara menerima Software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah Software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property.
3. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang dapat menggunakan dan memanfaatkan Open Source. Salah satu keuntungan utama dari gerakan adalah adanya ketersediaan code. Namun ketersediaan ini menjadi sia-sia apabila SDM yang ada tidak dapat menggunakannya, tidak dapat mengerti code tersebut. SDM yang ada ternyata hanya mampu produk saja. Jika demikian, maka tidak ada bedanya produk dan yang proprietary dan tertutup.
4. Tidak adanya perlindungan terhadap HAKI.
5. Perkembangan Software tergantug dari sekumpulam manusia itu sendiri.
6. Tidak ada garansi dari pengembangan, sumber code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan.
7. Kesulitan dalam mengetahui status project : Tidak banyak iklan bagi Open Source Software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing.
8. Tidak adanya proteksi terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kebanyakan orang masih menganggap bahwa code merupakan aset yang harus dijaga kerahasiannya. Hal ini dikaitkan dengan besarnya usaha yang sudah dikeluarkan untuk membuat produk tersebut. Karena sifatnya yang terbuka, dapat di-abuse oleh orang-orang untuk mencuri ide dan karya orang lain.
Sumber: https://pebriandini.wordpress.com/2014/04/20/alasan-mengapa-dianjurkan-menggunakan-opensource-dalam-membuat-aplikasi/
Langganan:
Postingan (Atom)