Senin, 31 Maret 2014

Penalaran Induktif  


              Induktif adalah suatu proses berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai suatu corak berpikir yang ilmiah. Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas bermacam-macam variasi diantaranya:


1.      Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting, kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki. Generalisasi dapat dibedakan menjadi generalisasi yang berbentuk loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.
·   Loncatan induktif adalah sebuah generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang ada belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
·    Bukan loncatan infuktif adalah sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.

2.      Analogi

Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain.

3.      Hubungan Kausal

Hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kausal) didalam dunia modern ini, kadang-kadang tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak berarti bahwa apa yang dicatat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama sekali. Pada umumnya hubungan kausal ini dapat berlangsung dalam tiga pola berikut : sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat.

4.      Hipotesis dan Teori

Generalisasi dan hipotesis memiliki sifat yang tumpang tindih, namun membedakan kedua istilah tersebut sangat perlu. Hipotesis (hypo = dibawah, tithenai = menempatkan) adalah semacam teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut. Dan sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotesis yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotesis. 
Teori adalah azas-azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Sedangkan hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena-fenomena yang releven atau sejenis.

Senin, 24 Maret 2014

Penalaran Deduktif


Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.

Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).

Silogisme Kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:
   Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
   Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
   Akasia membutuhkan air (Konklusi)
 Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
 Contoh:
   Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
   Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
∴ Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
 Contoh:
   Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
   Sebagian pejabat korupsi (minor).
∴ Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
 Contoh:
   Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
   Bambang adalah politikus (premis 2).
 Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
 Contoh:
   Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
   Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
 Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.

Silogisme Hipotesis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
 Contoh:
   Jika hujan saya naik becak(mayor)
   Sekarang hujan.(minor)
∴ Saya naik becak (konklusi).
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
 Contoh:
   Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
    Sekarang bumi telah basah (minor).
∴ Hujan telah turun (konklusi)
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
 Contoh:
   Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
   Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
 Contoh:
   Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
   Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
 Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

Silogisme Alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.

Contoh :
   Nenek Sumi berada di Bandungf atau Bogor.
   Nenek Sumi berada di Bandung.
   Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

Contoh :

My : Kucing berada di dalam rumah atau di luar rumah
Mn : Kucing berada di luar rumah
K : Jadi, kucing tidak berada di dalam rumah

Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung.

1.Aristo berada di Bandung atau Bali.
Aristo berada di Bandung.
Jadi, Aristo tidak berada di Bali.

2.Semua sarjana adalah orang cerdas.
Dian adalah seorang sarjana.
Jadi,Dian adalah cerdas

Rantai Deduksi
Penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula berupa merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk yang informal.
Contoh :
a. Semua plecing kangkung pedas rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi plecing kangkung.
Sebab itu, plecing kangkung ini juga pasti pedas rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan makanan yang pedas rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah plecing kangkung pedas.
Sebab itu, saya tidak suka plecing kangkung ini. (deduksi)
Saya tidak suka makan apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka makanan ini.
Sebab itu saya tidak memakannya. (deduksi)
b. Semua jamu pahit rasanya. (hasil generalisasi)
Kali ini saya diberi lagi jamu.
Sebab itu, jamu ini juga pasti pahit rasanya. (deduksi)
Saya tidak suka akan minuman yang pahit rasanya. (induksi: generlisasi)
Ini adalah jamu pahit.
Sebab itu, saya tidak suka jamu ini. (deduksi)
Saya tidak suka minum apa saja, yang tidak saya senangi (induksi:generalisasi)
Saya tidak suka minuman ini.
Sebab itu saya tidak meminumnya. (deduksi)

Sumber: http://kentangbegadang.blogspot.com/2014/03/penalaran-deduktif.html

Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya pada pengamatan atas logam besi, alumunium, tembaga dan sebagainya. Jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang. Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa logam jika dipanaskan akan bertambah panjang. Biasanya penalaran induktif ini disusun berdasarkan pengetahuan yang dianut oleh penganut empirisme.
contoh penalaran induktif adalah :  kerbau punya mata. anjing punya mata. kucing punya mata:. setiap hewan punya matapenalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan statistik.

Selanjutnya pengertian penalaran induktif menurut Tim Balai Pustaka (dalam Shofiah, 2007 :14) istilah penalaran mengandung tiga pengertian, diantaranya :
1. cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.
2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman.
3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

Contohnya dalam menggunakan preposisi spesifik seperti:
Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.)
Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat, semuanya bergerak.)
Untuk membedakan preposisi umum seperti:
Semua es dingin.
Semua bola biliar bergerak ketika didorong tongkat.

Induksi kuat:
Semua burung gagak yang kulihat berwarna hitam.
Induksi lemah:
Aku selalu menggantung gambar dengan paku.
Banyak denda mengebut diberikan pada remaja.

Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Perbedaan dari penalaran deduktif dan induktif adalah, penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum.

Jenis – jenis penalaran induktif yaitu :
1. Generalisasi yaitu proses penalaran dengan cara menarik kesimpulan secara umum berdasarkan sejumlah data.

Contoh :
Hasil UTS mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 3KA26 telah keluar. Ternyata dari 40 mahasiswa hanya 10 orang yang mendapat nilai 90. Setengahnya mendapat nilai antara 80 – 65 dan tidak ada seorang pun yang mendapat nilai di bawah 65. Itu berarti dapat disimpulkan bahwa mahasiswa kelas 3KA26 cukup pintar dalam mengerjakan soal Bahasa Indonesia.

Macam – macam Generalisasi :
a. Generalisasi sempurna yaitu generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan penyelidikan. Contoh : sensus penduduk
b. Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki. Generalisasi ini dapat menghasilkan kebenaran bila melalui pengujian yang benar.
2. Analogi yaitu cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang memilki sifat yang sama.

Contoh :
Danih adalah seorang altlet lari kebanggaan Indonesia. Setiap hari dia selalu berlatih keras untuk meningkatkan kemampuan berlarinya. Demikian juga dengan Sandy, dia merupakan seorang polisi yang memerlukan fisik yang kuat untuk menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum. Keduanya membutuhkan mental dan fisik yang kuat untuk bertanding atau mambantu masyarakat melawan kejahatan. Oleh karena itu, untuk menjadi atlet dan polisi harus memilki mental dan fisik yang kuat dengan cara selalu berlatih.
3. Hubungan kausal yaitu penalaran yang diperoleh dari gejala – gejala yang saling berhubungan.
Contoh :
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan emas memuai
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Macam – macam Hubungan Kausal :
a. Sebab - akibat
Contoh :
Sejumlah pengusaha angkutan di Bantul terpaksa gulung tikar karena pendapatan yang mereka peroleh tidak bisa menutup biaya operasional. Minimnya pendapatan karena sebagian besar penumpang membayar ongkos dibawah ketentuan tarif yang sudah ditetapkan, akibat ketidakmampuan ekonomi. (Sumber : Kompas, 10 Mei 2008).
b. Akibat -sebab
Contoh :
Andi mendapat nilai yang memuaskan pada ujian semester kenaikan kelas. Dia mendapat rangking pertama di kelasnya. Hasil yang diperoleh Andi ini dia dapatkan karena belajar yang sangat tekun setiap harinya.
c Akibat – akibat
Contoh :
Kemarin Lusi mengalami kecelakaan akibat menabrak pembatas jalan. Akibat dari kecelakaan tersebut dia mengalami patah kaki dan harus dirawat di rumah sakit.

Teori adalah suatu set dari hubungan antar konstruk, konsep, definisi/batasan, dan preposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena tersebut.
Secara sederhana, teori adalah suatu pemikiran, penelaahan, bisa juga penelitian, yang telah diakui kebenarannya secara ilmiah,.
Fungsi Teori
1. Menjelaskan hakikat dan makna dari sesuatu yang diteliti.
Misalnya: jika penelitian yang dikaji adalah motivasi, maka untuk mengetahui dan menjelaskan tentang motivasi tersebut dapat dilihat melalui teori
2. Menjelaskan hubungan sesuatu yang diteliti dengan hal lainnya.
Misalnya: menjelaskan hubungan motivasi dengan prestasi kerja
3. Landasan untuk menyusun hipotesis penelitian.
Misalnya: Teori menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap prestasi kerja. Maka hipotesisnya adalah ”ada pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja”, bunyi hipotesis ini sama seperti apa yang dinyatakan teori tersebut.

Hipotesis adalah dugaan/jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang telah dirumuskan.
Hipotesis terlahir dari teori atau pengalaman empiris. Jika teori menyatakan bahwa A berpengaruh
terhadap B, maka hipotesisnya adalah A berpengaruh terhadap B.
Jenis hipotesis:
• Hipotesis penelitian (substantive hypothesis)
• Hipotesis statistik (statistical hypothesis)

Hipotesis penelitian (Substantive hypothesis): hipotesis yang mengandung pernyataan mengenai hubungan/pengaruh antara dua variabel atau lebih, atau pernyataan mengenai perbedaan suatu objek dengan objek lainnya, sesuai dengan apa yang dikatakan teori.
Hipotesis statistik (Statistical hypothesis): hipotesis yang disajikan dengan memakai simbol-simbol matematika.
• Hipotesis Nol (H0): menyatakan tidak adanya hubungan, atau tidak adanya pengaruh, atau tidak
adanya perbedaan.
• Hipotesis Alternatif (Ha atau H1): menyatakan adanya hubungan, atau adanya pengaruh, atau adanya perbedaan.

Senin, 17 Maret 2014

Penalaran*

   Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi - proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
      Proposisi adalah “pernyataan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti penuh, serta mempunyai nilai benar atau salah, dan tidak boleh kedua-duanya. Maksud kedua-duanya ini adalah dalam suatu kalimat proposisi standar tidak boleh mengandung 2 pernyataan benar dan salah sekaligus.
      Interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
      Implikasi  bermakna keadaan atau keadaaan terlibat, tersimpul, dan termasuk. Lebih luas diartikan ialah mempunyai hubungan keterlibatan, kepentingan umum/kepentingan pribadi sebagai anggota masyarakat.
      Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi.
      Cara menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas

      Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi

      Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4. Koherensi dengan kemajuan